a. John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat
dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus
mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan
makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada
situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.
Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seorang tinggi ia
cenderung ingin memiliki keluarga kecil. Dalam situasi seperti ini
fertilitas akan rendah.
Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan
determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat
dihindarkan (seperti dikatakn Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan
karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan “The
niggardline of nature, not the injustice of society is the cause of the
penalty attached to everpopulation (Week, 1992).
Kalau suatu waktu di suatu wilayah
terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat
sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan
makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah
lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya
tingkat kelahirann ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill
menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan
meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka
mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan
karier dan usaha yang ada.
Di sampan itu Mill berpendapat bahwa umumnya
perempuan tidak menghendaki anak yang banya, dan apabila kehendak mereka
diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.
b. Arsene Dumont
Arsene Dumont seorang ahli demografi
bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1980 dia
menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et Civilization. Ia
melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaritas
sosial (theory of social capilarity).
Kapilaritas sosial mengacu kepada
keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat,
misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan berusaha agar anaknya
memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia
sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi
dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan
perintang.
Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan
naik pada sebuah pipa kapiler.
Teori kapilaritas sosial dapat
berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu
mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat.
Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, dimana system demokrasi
sangat baik, tiap-tiap orang berlomba mencapai kedudukan yang tinggi dan
sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara
sosialis dimana tidak ada kebebasanuntuk mencapai kedudukan yang tinggi
di masyarakat, system kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan
baik.
c. Emile Durkheim
Emile Durkheim |
Emile Durkheim adalah seorang ahli
sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont
menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
penduduk, maka Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat
dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi (Weeks, 1992).
Ia
mengatakan, akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk, akan timbul
persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam
memenangkan persaingan tiap-tiap tiap-tiap orang berusaha untuk
meningkatkan pendidikan dan keterampilan, dan mengambil spesialisasi
tertentu, keadaan seperti ini jelas terlihat pada kehidupan masyarakat
perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila dibandingkan antara kehidupan
masyarakat tradisional dan masyarakat perkotaan, akan terlihat bahwa
pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan dalam memperoleh
pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya.
Hal
ini disebabkan ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan
penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori
evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibn Khaldun.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori
fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia dibatasi
oleh jumlah penduduk yang ada di suatu wilyah atau negara. Jika
kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun,
sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan
menungkat.
Thomson (1953) meragukan kebenaran teori
ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan Cina dimana penduduknya
sangat padat, tetapi pertumbuhan penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini
Malthus lebih konkret argumentasinya dari pada Sadler. Malthus
mengatakan bahwa penduduk disuatu daerah dapat mempunyai tingkat
fertilitas yang tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena
tingginya tingkat kematian.
Namun demikian, penduduk tidak dapat
mempunyai fertilitas tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan
(fecunditas) yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan
tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah.
Teori Doubleday hampir sama dengan teori
Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa
daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan
penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk
berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia.
Jadi kenaikan
kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu
jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan
segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya
reproduksi yang lebih besar (Iskandar, 1980).
Menurut Doubleday, kekurangan bahan
makanan akan merupakan perangsang bagiu daya reproduksi manusia, sedang
kelebihan pangan justru merupakan faktor penegkang perkembangan
penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah,
seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang
yang mempunyai kedudukan yang lebih baik biasanya jumlah keluarganya
kecil.
Rupa-rupanya teori fisiologis ini banyak
diilhami dari teori aksi an reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk
suatu negara atau wilayah. Teori ini dapat menjelaskan bahwa semakin
tinggi tingkat mortalitas penduduk semakin tinggi pula tingkat produksi
manusia.
e. Herman Khan
Pandangan yang suram dan pesimis dari
Mlthus beserta penganut-penganutnya ditentang keras oleh kelompok
teknologi. Mereka beranggapan manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu
melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali
(recycling) barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya
dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya.
Ahli futurology Herman Kahn (1976)
mengatakan bahwa negara-negara kaya akan membantu negara-negara miskin,
dan akhirnya kekayaan itu akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam
beberapa decade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok antara
umat manusia di dunia ini.
Dengan tingkat teknologi yang ada
sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini mampu menampung 15
milliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini.
Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karen seluruh bumi ini
terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus
terjadi dan era ini disebut dengan era substitusi. Mereka mengkritik
bahwa The Limit to Growth bukan memcahkan masalah tetapi memperbesar
permasalahan tersebut.
Kelompok Malthus dan kelompok teknologi
mendapat kritik dari kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak
memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial dimana distribusi
pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak
meratanya distribusi pendapatan di negara-negara tersebut. Kejadian
seperti ini di Brasilia, dimana Pendapatan Nasional (GNP) tidak
dinikmati oleh rakyat banyak adalahsalah satu contoh dari ketimpangan
organisasi sosial tersebut.