Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tanggal 16 Oktober, bertepatan dengan tanggal berdirinya organisasi PBB untuk pangan dan pertanian, Food and Agriculture Organization atau FAO pada 16 Oktober 1945. Ide mengenai Hari Pangan Sedunia baru muncul pada konferensi umum FAOke-20 pada tahun 1979 dan sejak tahun 1981, setiap peringatan Hari Pangan Sedunia selalu memiliki tema tertentu.
Mengapa Hari Pangan Sedunia itu penting terutama bagi Indonesia?
Fakta 1 : Harga pangan secara global terus mengalami peningkatan, bukan karena masyarakat semakin bergantung pada satu jenis pangan saja (misalnya beras), tapi karena besarnya permintaan akan pangan namun produksinya tidak meningkat.
Fakta 2 : Produksi pangan terutama beras sejak 1999 - 2007 tidak mengalami peningkatan sama sekali, gandum meningkat walau hanya sangat sedikit.
Fakta 3 : Menurut analisas Bank Dunia, pada tahun 2025, Asia Timur dan Asia Tenggara akan mengalami kekurangan pangan (krisis pangan) dengan angka paling tinggi dibanding belahan dunia lain.
Fakta 4 : Jumlah alih fungsi lahan pertanian menjadi gedung atau bangunan di Indonesia sangatlah tinggi, berkurangnya luas lahan pertanian selain mengancam mata pencaharian para petani juga mengancam ketahanan pangan kita.
Dengan adanya Hari Pangan Sedunia, kita diingatkan kembali bahwa pangan adalah masalah bersama setiap bangsa di dunia. Memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan bergantung pada impor bukan jawaban yang tepat untuk masalah ini karena fakta pertama, harga pangan secara global cenderung meningkat setiap tahunnya.
Jawaban yang tepat untuk masalah pangan di Indonesia adalah meningkatkan produksi. Ingat! Petani hidup dan mati bangsaku, dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi gedung, maka jumlah petani pun semakin sedikit, berkurang pula peluang kita untuk bisa mencapai ketahanan pangan.
Apa itu Ketahanan Pangan?
Ketahanan pangan adalah sebuah kondisi dimana ketersediaan pangan dan setiap orang memiliki kemampuan untuk mengaksesnya. Dalam skala rumah tangga, ketahanan pangan adalah kondisi dimana setiap penghuni tidak ada dalam kondisi kelaparan atau dihantui oleh ancaman mengalami kelaparan.
Sejak 10 ribu tahun yang lalu, isu ketahanan pangan sudah dialami umat manusia. Pada masa Cina Kuno dan Mesir Kuno sudah ditemukan lumbung untuk menyimpan makanan yang hanya akan didistribusikan pada masyarakat ketika bencana atau peperangan melanda.
Ada empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai ketahanan pangan yaitu,
Ketersediaan pangan : Kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Setiap rumah tangga harus memiliki jumlah pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, memiliki makanan saat mereka merasa lapar. Pangan tersedia bukan hanya harus mampu menghilangkan rasa lapar tapi juga harus bergizi.
Akses pangan : Kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Ketika sebuah negara sudah mampu memproduksi pangan sesuai dengan konsumsi per kapitanya, bukan berarti negara tersebut sudah memiliki ketahanan pangan. Ketahanan pangan hanya bisa dicapai saat akses pangan tersebut mudah didapatkan serta memiliki harga murah.
PBB menyatakan jika kelaparan atau kurang gizi umumnya terjadi bukan karena kelangkaan bahan pangan, tapi justru karena kemiskinan sehingga rumah tangga tidak memiliki sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.
Pemanfaatan pangan : Kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Rumah tangga harus mampu mengatur bahan pangan yang dimilikinya sehingga mampu memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya serta diolah secara tepat agar tetap bergizi ketika dikonsumsi.
Kestabilan pangan : Kestabilan dari ketiga komponen utama dalam kurun waktu yang panjang. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan termasuk hak asasi yang dimiliki manusia, jadi ketahanan pangan haruslah bisa berlangsung dalam waktu yang panjang bahkan terus menerus.
Apa Indonesia sudah mencapai ketahanan pangan?
Dikatakan bahwa Petani tulang punggung pangan dan gizi bangsaku, pada masa Orde Baru, Indonesia memang pernah sempat mengalami swasembada beras, tapi itu hanya selama 5 tahun (1960-1965) saja. Swasembada waktu itu mampu dicapai karena adanya berbagai program dan perundang-undangan yang begitu pro pertanian, sebutan tidak resminya adalah "Revolusi Hijau".
Sayangnya, selain tidak bisa berkelanjutan, program saat itu di sisi lain juga memiliki dampak negatif seperti berkurangnya pangan berprotein karena banyak lahan peternakan yang diubah menjadi lahan pertanian, ketergantungan pada pupuk dan pestisida hingga berkurangnya keragaman hayati baik karena pembukaan hutan untuk pertanian atau penggunaan pestisida berlebih.
Dengan kata lain, Indonesia waktu itu belum mampu mencapai ketahanan pangan, karena walaupun mampu memenuhi ketiga komponen utama, namun belum bisa mencapai stabilitas pangan.
Bagaimana Indonesia bisa mencapai ketahanan pangan di masa depan?
Pertama, kita harus mulai menghargai para petani, petani disini dalam artian lebih luas dari sekedar mereka yang bercocok tanam di sawah, petani adalah mereka yang harus kita berikan penghargaan tertinggi sebagai produsen pangan kita termasuk peternak dan nelayan karena petani pejuang pangan dan gizi bangsaku.
Menghargai petani dapat dilakukan dengan berbagai kebijakan mulai dari subsidi pupuk dan bibit, memudahkan akses pada alat-alat pertanian, mengurangi bahkan menghilangkan pajak untuk lahan produktif hingga meningkatkan kesejahteraan petani.
Kedua, memperbaiki rantai distribusi. Sering sekali terjadi ketika harga suatu bahan pangan sedang mahal di pasaran, namun petani tidak bisa menikmati hasilnya, justru hasil panen mereka dibeli dengan harga yang sangat murah kemudian dijual dengan sangat mahal.
Pemerintah harus mulai memotong rantai distribusi yang terlalu panjang, selain bisa meningkatkan kesejahteraan petani, hal ini juga bisa menurunkan harga pangan di dalam negeri.
Ketiga, kearifan lokal dan diversifikasi pangan. Menurut laporan Badan Ketahanan Pangan NTB pada 2014 lalu, kekeringan melanda beberapa daerah di Indonesia termasuk NTB. Banyak masyarakat berspekulasi tentang ketersediaan pangan namun pemerintah daerah mengatakan jika cadangan pangan setara beras mereka mencukupi untuk 28 bulan ke depan.
Namun, beberapa desa justru tidak terpengaruh kekeringan tersebut karena mereka memiliki pangan alternatif seperti jagung dan umbi-umbian yang bisa tersedia sepanjang tahun. Kearifan lokal semacam inilah yang harus mulai digalakan kembali, misalnya dengan gerakan "Sehari Tanpa Nasi".
Pada dasarnya, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal dan sudah melakukan diversifikasi jenis pangan sejak lama, sudah seharusnyalah kita tidak hanya tergantung pada beras sebagai pangan utama.
Bagaimana kita memperingati Hari Pangan Sedunia?
Instansi pemerintahan biasanya mengadakan berbagai acara untuk menyambut Hari Pangan Sedunia, misalnya sosialisasi seputar ketahanan pangan dan program-program yang mensejahteraan petani. Namun, itu saja belum cukup. Diperlukan tindakan yang berkelanjutan dalam mengatasi masalah pangan secara nasional.
Peringatan Hari Pangan Sedunia memang hanya satu hari setiap tahunnya, tapi kita harus membawa semangat peringatannya pada keseharian kita untuk pangan dan gizi.
1. Mulailah dari hal kecil seperti tidak menyia-nyiakan makanan, ingat bahwa para petani telah berjuang untuk memproduksi apa yang kita makan. Ingat bahwa di luar sana masih ada orang yang kelaparan dan tidak seberuntung kita.
2. Tidak membuang sampah ke saluran irigasi. Bagi yang tinggal dekat dengan areal persawahan, jangan buang sampah ke salurah irigasi. Selain berpotensi menyumbat aliran air, sampah juga bisa mencemari air dan tanaman di sawah yang pada akhirnya mencemari bahan pangan kita.
3. Belilah bahan pangan lokal. Membeli bahan pangan lokal memberikan banyak sekali dampak positif, selain telah mensejahterakan petani kita, secara tidak langsung juga mengurangi belanja APBN untuk impor dari luar negeri.
Konsumsi mie instan yang tinggi di Indonesia secara tidak langsung bukan merupakan contoh kecintaan pada bahan pangan lokal, kenapa? Karena Indonesia bukan produsen gandum yang merupakan bahan dasar mie instan.
4. Hemat energi dan menanam pohon. Yap, ini berhubungan. Apa yang menjadi kendala ketahanan pangan secara global? Perubahan iklim, krisis air dan hama. Dengan menghemat penggunaan energi dan mulai menanam pohon, kita sudah memberikan kontribusi untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi untuk mencapai ketahanan pangan global.
5. Makan 4 Sehat 5 Sempurna. Selain bermanfaat bagi diri sendiri karena gizi yang dimiliki, pola makan 4 sehat 5 sempurna juga secara tidak langsung telah mensejahterakan bukan hanya petani, tapi juga peternak dan nelayan kita.
Untuk memenuhi 4 sehat 5 sempurna, semua bahannya bisa didapatkan dari dalam negeri. Jika saja semua mau menerapakannya, kita sudah selangkah lebih maju menjadi bangsa yang berdaulat secara pangan dan tentunya sehat.
Kesimpulan HARI PANGAN SEDUNIA: Petani Pejuang Pangan dan Gizi Bangsaku
Jadi, pada akhirnya, kunci mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan ada di tangan setiap orang. Petani memang ujung tombak pada memproduksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun pemerintah juga memiliki peran penting agar petani tetap mau berjuang menjadi pejuang pangan dan gizi dengan mensejahterakan mereka.
Pengusaha juga punya peran dalam hal ini yaitu membeli hasil panen petani dengan harga yang layak, mendistribusikannya hingga menjualnya ke masyarakat dengan baik. Tidak berlaku curang yang pada akhirnya menurunkan kepercayaan masyarakat dengan hasil pangan lokal dan beralih pada bahan pangan impor yang belum tentu lebih berkualitas.
Dan terakhir, masyarakat juga memiliki peran sebagai konsumen yang baik dengan membeli bahan pangan yang berasal dari hasil panen lokal para petani kita serta mendukung usaha petani dan pemerintah untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.